Internet of Things (IoT) kini menjadi salah satu penggerak utama transformasi digital di berbagai sektor. Dengan kemampuan menghubungkan perangkat, sensor, dan sistem ke internet, IoT menghadirkan peluang besar untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, dan kualitas layanan. Baik di sektor publik maupun swasta, teknologi ini terus mempercepat perubahan menuju ekosistem digital yang lebih cerdas dan terintegrasi.

IoT dalam Sektor Publik

Pemerintah di berbagai negara, termasuk Indonesia, mulai mengadopsi IoT untuk mendukung smart city dan digitalisasi layanan publik. Beberapa penerapan yang terlihat nyata antara lain:

• Manajemen Transportasi: sensor lalu lintas untuk memantau kepadatan jalan dan mengoptimalkan sistem transportasi umum.
• Lingkungan & Energi: pemantauan kualitas udara, penggunaan energi listrik, serta pengelolaan air berbasis data real-time.
• Pelayanan Kesehatan Publik: perangkat medis terhubung (wearable health devices) yang dapat membantu pemantauan pasien dari jarak jauh.

Hasilnya, pemerintah dapat merespons kebutuhan masyarakat lebih cepat, mengurangi biaya operasional, dan meningkatkan transparansi.

IoT dalam Sektor Swasta

Perusahaan di berbagai industri memanfaatkan IoT untuk meningkatkan daya saing dan efisiensi bisnis. Beberapa contoh nyata adalah:

• Manufaktur (Industry 4.0): penggunaan sensor untuk predictive maintenance sehingga mesin tidak mudah rusak.
• Retail: smart shelves dan analitik perilaku pelanggan untuk meningkatkan pengalaman belanja.
• Pertanian Cerdas (Smart Farming): penggunaan sensor kelembaban tanah, drone, dan sistem irigasi otomatis untuk meningkatkan produktivitas.
• Logistik & Supply Chain: pelacakan real-time armada dan barang sehingga distribusi lebih efisien dan aman.

Dengan integrasi IoT, perusahaan dapat memangkas biaya, meningkatkan produktivitas, serta menghadirkan produk dan layanan yang lebih personal.

Tantangan Implementasi

Meski potensinya besar, penerapan IoT juga menghadapi sejumlah tantangan, seperti:

• Keamanan Siber: meningkatnya risiko peretasan dan kebocoran data.
• Keterbatasan Infrastruktur: jaringan internet di daerah tertentu masih belum merata.
• SDM Digital: kurangnya tenaga ahli yang mampu mengelola teknologi baru ini.

Oleh karena itu, kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan lembaga pendidikan sangat penting untuk menciptakan ekosistem digital yang berkelanjutan.

Masa Depan IoT di Indonesia

Dengan dukungan pembangunan data center lokal, ekspansi jaringan 5G, serta inisiatif roadmap transformasi digital nasional, IoT diprediksi akan semakin masif di Indonesia. Dalam beberapa tahun ke depan, teknologi ini dapat menjadi tulang punggung bagi smart city, e-health, e-government, hingga digitalisasi UMKM.

3DIMC: memory stacking baru untuk AI inference

Dalam sistem AI modern terutama untuk inference, banyak bottleneck muncul bukan hanya dari komputasi ("FLOPs") tetapi dari memori: transfer data, latensi, bandwidth, dan konsumsi energi saat memindahkan data antara memori dan unit‐komputasi. Sementara GPU dan akselerator lain terus ditingkatkan, gap antara kemampuan memori dan kebutuhan komputasi makin melebar. Untuk inference (menerapkan model AI), kecepatan merespons (latency/throughput) adalah krusial. High-Bandwidth Memory (HBM) telah banyak digunakan sebagai solusi memori kinerja tinggi, tetapi ada kendala: biaya tinggi, kompleksitas manufaktur, konsumsi daya, serta keterbatasan skalabilitas.

Apa Itu 3DIMC (3D Digital In-Memory Compute)

3DIMC adalah teknologi yang dikembangkan oleh startup d-Matrix yang menggabungkan:

• memori 3D-stacked DRAM / LPDDR5 dies yang ditumpuk secara vertikal,
• dan unit compute khusus yang berada sangat dekat atau bahkan di dalam memori (“in-memory compute”).
• Compute yang digunakan adalah Digital In-Memory Compute (DIMC), bukan hanya melakukan akses memori biasa atau caching, tetapi melakukan sebagian operasi (terutama matrix-vector multiplication) langsung dalam/melalui elemen memori / chiplet yang terpasang di memori.
• Arsitektur berbasis chiplet dan packaging 2D/3D, menggunakan interposer atau die-to-die interconnect untuk mengikat memori & unit compute agar latensi & overhead transfer data bisa diminimalisir.

Produk awal yang didemokan adalah chip silsilah Pavehawk di lab. Arsitektur selanjutnya bernama Raptor akan memakai 3DIMC generasi berikutnya.

Keunggulan / Klaim d-Matrix dengan 3DIMC

Berikut ini beberapa keunggulan yang diklaim d-Matrix dengan 3DIMC dibanding solusi memori tradisional (terutama HBM):

·      Kecepatan (bandwidth & throughput) Bisa 10× lebih cepat dalam inference dibanding HBM/HBM4, khususnya untuk operasi seperti matrix-vector multiplication.

·      Efisiensi energi Potensi mengurangi konsumsi daya sangat signifikan (klaim: ~90% lebih rendah) dibanding HBM dalam scenario inference tertentu.

·      Latensi Karena compute dan memori lebih dekat / terintegrasi, latensi untuk load data → compute bisa jauh dikecilkan.

·      Kapasitas memori dan biaya Dengan menggunakan LPDDR5 dies dan chiplet, harapannya biaya lebih rendah dibanding HBM, dan skalabilitas lebih baik.

·      Penggunaan numerik fleksibel Mendukung berbagai format numerik seperti INT8, INT4, block floating point, yang memberi trade-off bagus antara presisi & efisiensi.

Contoh Performa & Aplikasi Nyata

• Untuk model seperti Llama3-8B, d-Matrix mengklaim dapat menghasilkan ~60.000 token per detik dengan latensi ~1 ms per token menggunakan server yang relatif terukur.
• Untuk model yang lebih besar seperti Llama3-70B, dalam konfigurasi rak (rack) 6-7 kW mereka klaim bisa ~30.000 token/detik dengan latensi ~2 ms/token.
• Platform “Corsair” dari d-Matrix adalah produk awal yang menggunakan desain chiplet + 256 GB LPDDR5 + 2 GB SRAM, yang akan memakai/terintegrasi dengan 3DIMC.

Tantangan & Hal yang Perlu Diperhatikan

Walau banyak klaim positif, ada beberapa aspek yang masih perlu diuji dan dikembangkan:

1. Scaling dan produksi

• Prototipe/versi lab sudah ada (Pavehawk), tapi belum jelas jadwal rilis komersial dan kapasitas produksi massal.
• Packaging 3D dan chiplet yang kompleks bisa menyebabkan tantangan manufaktur — yield (hasil produksi yang berhasil) bisa rendah, biaya overhead tinggi.

1. Kompromi presisi & generalisasi

• Walaupun mendukung beberapa format numerik rendah seperti INT4/INT8, ada trade-off dengan presisi model, terutama untuk tugas yang sensitif terhadap numerik.
• Perlu pengujian lebih lanjut di aplikasi nyata (bukan benchmark) apakah performanya tetap konsisten.

1. Kompatibilitas & ekosistem software

• Arsitektur baru memerlukan dukungan software (framework AI, compiler, tools optimasi) agar bisa maksimal digunakan. d-Matrix sudah menyebut tentang hardware-software co-design, compiler, integrasi dengan PyTorch, dll.
• Pengembang dan perusahaan harus menyesuaikan model, melakukan quantization, mungkin retraining supaya cocok dengan hardware ini.

1. Pasar & pesaing

• HBM saat ini sudah mapan, dikeluarkan oleh beberapa perusahaan besar; harga dan supply chain mereka juga sudah stabil. Menggeser dominasi HBM bukan hal mudah.
• Ada juga teknologi alternatif memori / compute‐in‐memory lainnya, dan harus dilihat siapa yang bisa mengadopsi lebih cepat atau dengan biaya lebih rendah.

Implikasi & Potensi ke Depan

• Jika sukses, 3DIMC bisa mengubah cara data center dan layanan AI memberikan inference: memungkinkan latency lebih rendah, biaya operasional lebih efisien, konsumsi daya lebih kecil → terutama penting untuk aplikasi real-time, edge, dan penggunaan AI interaktif.
• Bisa mendemokratisasi akses ke inference high performance — perusahaan kecil atau institusi yang tidak punya modal besar bisa memakai platform yang lebih efisien.
• Mendorong inovasi lebih lanjut di hardware memori & arsitektur AI: co-packaging memori & compute, chiplet, integrasi 3D, solusi numerik yang lebih efisien, dll.
• Juga relevan untuk isu keberlanjutan: konsumsi energi pusat data semakin menjadi perhatian (baik dari biaya maupun dampak lingkungan). Teknologi seperti 3DIMC bisa membantu mengurangi footprint energi.

Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi sekaligus pendiri Gojek, Nadiem Makarim, resmi ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan kasus korupsi dalam proyek pengadaan Chromebook di sekolah-sekolah Indonesia. Kasus ini mencuri perhatian publik karena melibatkan salah satu tokoh teknologi dan pendidikan paling berpengaruh di tanah air.

Latar Belakang Kasus

Kasus ini bermula dari proyek pengadaan perangkat Chromebook yang digagas pemerintah untuk mendukung digitalisasi pendidikan. Proyek bernilai Rp 1,98 triliun (sekitar 121,85 juta dolar AS) ini ditujukan agar sekolah-sekolah di seluruh Indonesia dapat mengakses pembelajaran digital dengan perangkat yang lebih modern.

Namun, KPK menemukan adanya dugaan manipulasi spesifikasi teknis dalam tender pengadaan. Spesifikasi tersebut diduga sengaja dibuat agar hanya produk tertentu yang sesuai—yakni Chromebook yang terintegrasi dengan ekosistem Google. Hal ini memicu dugaan praktik monopoli dan penggelembungan harga, yang pada akhirnya menimbulkan kerugian besar bagi negara.

Penetapan Tersangka dan Penahanan

Pada awal September 2025, KPK resmi menetapkan Nadiem Makarim sebagai tersangka utama. Ia kemudian ditahan selama 20 hari pertama untuk proses penyidikan lebih lanjut.

Menurut pernyataan resmi, KPK menemukan bukti kuat berupa dokumen, komunikasi internal, serta kesaksian beberapa pihak terkait yang menguatkan dugaan keterlibatan Nadiem.

Bantahan Nadiem

Meski demikian, Nadiem membantah keras semua tuduhan. Ia menegaskan bahwa kebijakan pengadaan Chromebook dilakukan dengan tujuan mempercepat transformasi digital di sektor pendidikan. Ia juga menyatakan bahwa dirinya akan kooperatif dalam proses hukum sembari membuktikan bahwa tuduhan tersebut tidak benar.

“Saya tidak pernah berniat merugikan negara. Program ini murni untuk kepentingan pendidikan Indonesia. Saya akan menghadapi proses hukum ini dengan terbuka,” ujar Nadiem melalui kuasa hukumnya.

Dampak terhadap Dunia Pendidikan dan Teknologi

Kasus ini menimbulkan dampak besar, baik di sektor pendidikan maupun teknologi:

• Kepercayaan Publik Terguncang – Program digitalisasi sekolah yang seharusnya mendukung siswa dan guru kini dipandang dengan skeptis.
• Investor & Dunia Startup Terkaget – Sebagai pendiri Gojek dan sosok yang pernah menjadi simbol sukses startup Indonesia, kasus ini menimbulkan kekhawatiran mengenai citra ekosistem teknologi nasional.
• Evaluasi Proyek Pemerintah – Pemerintah didesak untuk lebih transparan dalam setiap proyek teknologi, terutama yang melibatkan dana besar dan berhubungan dengan layanan publik.

Reaksi Publik

Di media sosial, isu ini langsung menjadi trending. Sebagian masyarakat kecewa dan marah, namun ada pula yang masih memberikan dukungan moral kepada Nadiem, mengingat kontribusinya dalam dunia pendidikan dan teknologi di Indonesia.

Kasus penahanan Nadiem Makarim menandai salah satu babak baru dalam perjalanan hubungan antara teknologi, pendidikan, dan tata kelola pemerintahan di Indonesia. Proses hukum masih berjalan, dan masyarakat menanti apakah Nadiem benar-benar terbukti bersalah atau justru menjadi korban dalam pusaran politik dan bisnis.

China semakin menegaskan dominasinya di panggung global sebagai salah satu pusat pengembangan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI). Data terbaru menunjukkan bahwa hingga 2025, negeri tirai bambu ini telah menjadi rumah bagi lebih dari 5.000 perusahaan AI, menjadikannya salah satu ekosistem AI terbesar dan tercepat berkembang di dunia.

Pertumbuhan Pesat Industri AI di China

Lonjakan jumlah perusahaan AI di China bukan sekadar angka, melainkan cerminan dari strategi nasional yang sudah dicanangkan sejak beberapa tahun terakhir. Pemerintah pusat menempatkan AI sebagai pilar utama pembangunan ekonomi digital, dengan investasi besar-besaran di sektor riset, pendidikan, serta infrastruktur teknologi.

Didukung oleh raksasa teknologi seperti Baidu, Alibaba, Tencent, Huawei, hingga startup inovatif, ekosistem AI di China mencakup beragam bidang:

• Transportasi pintar, termasuk kendaraan otonom dan sistem lalu lintas berbasis AI.
• Kesehatan digital, seperti analisis medis otomatis, robot operasi, hingga deteksi dini penyakit.
• Finansial berbasis AI, mulai dari fraud detection, scoring kredit, hingga asisten virtual bank.
• Pendidikan dan layanan publik, melalui sistem pembelajaran adaptif serta smart city.

Teknologi AI Mirip Otak: Menuju Era Neuromorfik

Salah satu terobosan paling menarik datang dari penelitian AI dengan struktur mirip otak manusia. Teknologi ini dikenal sebagai komputasi neuromorfik, yang berusaha meniru cara neuron otak memproses informasi.

Berbeda dengan AI tradisional yang bergantung pada pemrosesan linear superkomputer, neuromorfik memungkinkan sistem belajar dan beradaptasi secara lebih alami. Potensi penerapannya sangat luas:

• Robotika cerdas dengan kemampuan pengambilan keputusan real-time.
• Otomatisasi industri yang lebih fleksibel dan hemat energi.
• Pemrosesan data masif dengan efisiensi tinggi, cocok untuk riset genetik hingga eksplorasi ruang angkasa.

Dampak Global

Ekspansi AI China memiliki implikasi besar terhadap persaingan geopolitik dan teknologi global. Dengan ribuan perusahaan AI yang berkembang pesat, negara ini berpotensi:

• Menjadi pemimpin inovasi AI dunia, menyaingi AS dan Eropa.
• Menentukan standar teknologi internasional di bidang etika, regulasi, hingga keamanan AI.
• Membuka jalan bagi kolaborasi maupun persaingan ketat dengan negara lain dalam bidang ekonomi digital.

Tantangan ke Depan

Meski ambisi China sangat besar, sejumlah tantangan masih menghadang, antara lain:

• Isu etika dan privasi, khususnya terkait penggunaan data skala masif.
• Ketergantungan pada chip semikonduktor canggih, yang masih menjadi arena perang dagang global.
• Kebutuhan talenta AI, di mana persaingan merebut ilmuwan top berlangsung sangat ketat.

Dengan lebih dari 5.000 perusahaan yang fokus pada AI serta riset teknologi yang meniru otak manusia, China jelas berada di jalur cepat menuju kepemimpinan global dalam revolusi kecerdasan buatan. Jika mampu mengatasi tantangan etika, teknologi, dan sumber daya manusia, tidak menutup kemungkinan bahwa dalam satu dekade ke depan, dunia akan banyak bergantung pada inovasi AI yang lahir dari negeri tirai bambu ini.

Apa Itu Miniatur AI?

Belakangan ini, media sosial diramaikan oleh tren Miniatur AI—sebuah fenomena di mana foto biasa diubah menjadi figur mini layaknya action figure skala 1/7. Hasil akhirnya tampak realistis, seolah-olah seseorang memiliki versi mini dirinya, pasangannya, atau bahkan benda kesayangan seperti motor dan mobil.

Miniatur AI tidak memerlukan keahlian desain 3D. Cukup dengan aplikasi berbasis kecerdasan buatan seperti Google Gemini, Lmarena AI, atau Dreamina, pengguna bisa menghasilkan gambar yang tampak seperti miniatur fisik dalam hitungan detik.

Mengapa Bisa Viral?

Ada beberapa alasan mengapa miniatur AI begitu cepat populer:

1. Estetis dan Unik
2. Visual yang dihasilkan sangat mirip dengan figur koleksi profesional, lengkap dengan alas akrilik atau kotak kemasan ala Bandai.
3. Mudah Dibuat
4. Cukup unggah foto, masukkan deskripsi singkat (prompt), dan AI akan langsung membuat hasilnya.
5. Konten Personal
6. Setiap orang bisa membuat figur versinya sendiri—baik sebagai koleksi pribadi, hadiah romantis, maupun konten lucu untuk media sosial.
7. Efek Viral Media Sosial
8. TikTok dan Instagram penuh dengan unggahan miniatur AI karena bentuknya yang “eye-catching” dan berbeda dari konten biasa.
9. Potensi Ekonomi
10. Tren ini membuka peluang jasa pembuatan miniatur AI, bahkan ide bisnis mencetak hasilnya ke dalam bentuk fisik dengan teknologi 3D printing.

Cara Membuat Miniatur AI

Secara umum, langkah membuat miniatur AI cukup sederhana:

1. Pilih Platform AI – Misalnya Google Gemini (dengan fitur Nano Banana), Lmarena AI, atau Dreamina.
2. Siapkan Foto Jernih – Bisa foto wajah, pasangan, hewan peliharaan, atau benda kesayangan.
3. Masukkan Prompt Spesifik – Contoh:

“Create a 1/7 scale figurine of the person in the picture, realistic style, standing on an acrylic base with a toy packaging box beside it.”

1. Eksperimen dengan Variasi – Tambahkan detail unik, misalnya gaya cosplay, pakaian pengantin, atau tema fantasi.
2. Simpan & Bagikan – Hasilnya siap untuk dipamerkan di TikTok, Instagram, atau dijadikan koleksi digital pribadi.

Kreativitas Tanpa Batas

Fenomena ini menunjukkan bagaimana AI tidak hanya soal produktivitas, tetapi juga kreativitas. Dari sekadar foto sederhana, pengguna bisa menciptakan karya seni digital yang memikat. Bahkan, beberapa pengguna mulai menggabungkan tren ini dengan konsep lain seperti wedding couple goals, souvenir digital, hingga branding personal.

Fenomena Miniatur AI membuktikan betapa kuatnya kombinasi teknologi dan tren media sosial. Dengan akses mudah, hasil memukau, dan potensi kreatif tanpa batas, miniatur AI bukan hanya sekadar hiburan—tetapi juga peluang baru dalam dunia digital dan ekonomi kreatif.

1. Awal Mula Tren

Dalam beberapa minggu terakhir, media sosial Indonesia diramaikan dengan tren mengganti foto profil menjadi kombinasi warna Brave Pink dan Hero Green. Tren ini muncul dari gerakan solidaritas masyarakat, terutama anak muda, yang ingin menunjukkan kepedulian terhadap isu-isu sosial dan politik terkini.

Fenomena ini membuktikan bahwa media sosial tidak hanya menjadi ruang hiburan, tetapi juga sarana untuk mengekspresikan sikap dan keberpihakan.

2. Makna Warna Brave Pink & Hero Green

• Brave Pink melambangkan keberanian, kelembutan, serta semangat perlawanan yang tetap berpijak pada nilai kemanusiaan.
• Hero Green menjadi simbol harapan, solidaritas, dan kekuatan kolektif dalam memperjuangkan perubahan.

Kombinasi dua warna ini menciptakan identitas visual yang kuat, mudah dikenali, dan cepat menyebar di jagat maya.

3. Media Sosial sebagai Alat Solidaritas

Gerakan foto profil berwarna bukan hal baru. Sebelumnya, pernah ada tren serupa dengan warna biru (Resistance Blue) atau pelangi untuk mendukung kesetaraan. Kali ini, Brave Pink & Hero Green menjadi “bahasa visual” yang menyatukan warganet untuk menyuarakan aspirasi.

Melalui satu langkah sederhana—mengganti foto profil—individu dapat merasa terhubung dengan jutaan orang lain yang memiliki tujuan sama.

4. Respon Publik

• Anak muda paling banyak terlibat karena mereka aktif di platform seperti Instagram, TikTok, dan X (Twitter).
• Tokoh publik dan beberapa organisasi juga ikut serta, memperkuat gaung pesan ini.
• Di sisi lain, ada juga yang mengkritik tren ini sebagai “aktivisme instan” karena hanya terjadi di dunia maya.

Meski begitu, tren ini tetap berhasil mengangkat kesadaran dan memperluas percakapan publik mengenai isu-isu penting.

5. Simbol Perlawanan Digital

Di era digital, simbol visual menjadi senjata yang ampuh. Brave Pink & Hero Green bukan sekadar warna, tetapi cerminan semangat generasi yang memilih menyuarakan keberanian dan solidaritas melalui media sosial.

Tren ini mungkin akan berganti dengan tren baru di masa depan, tetapi jejaknya menunjukkan bahwa warna pun bisa menjadi simbol perjuangan.